Semakin Istiqomah Semakin Terasa Nikmat
Semua orang ketika melakukan sesuatu, baik itu melakukan ketaatan maupun melakukan kemaksiat pasti didasari oleh faktor pendorong. Faktor tersebut
bisa berupa ancaman maupun keinginan. Mas Jaya Setiabudi dalam bukunya “the
power of kepepet” lebih suka menyebutnya dengan faktor kepepet dan iming-iming.
Dan salah satu dari sekian banyak faktor iming-iming adalah
kenikmatan yang akan diperoleh ketika seseorang dapat berhasil melakukan
sesuatu. Semakin jelas gambaran kenikmatan yang akan diperoleh maka semakin
memotivasi seseorang untuk melakukan hal tersebut. Dan kenikmatan itu
tergantung dari seperti apa yang seseorang rasakan.
Setiap ketaatan pada Allah SWT mempunyai rasa nikmat bagi
yang melakukannya. Yaitu bagi orang yang terbiasa taat, dekat dengan Allah
selalu terhubung denganNya setiap waktu. Mungkin anda lebih familiar menyebut
kenikmatan itu dengan sebutan manisnya iman.
Sebagaimana ketaatan berbuah kenikmatan, pun begitu ketika
berbuat kemaksiat pasti ada kenikmatan tersendiri yang akan dirasakan. Bayangkan,
ketika ada seorang perempuan yang terbiasa tidak menggunakan jilbab bahkan yang
lebih parahnya selalu berpakaian terbuka. Ada kenikmatan yang dia rasakan
ketika banyak lelaki memandangnya. Namun jika ada lelaki yang sampai melecehkannya
barulah dia sadar bahwa kenikmatan itu hanyalah fatamorgana.
Inilah kenikmatan maksiat, sifatnya menipu dan hanya
sementara. Maksiat erat kaitannya dengan kadar hawa nafsu seseorang. Dan sifat
nafsu ketika belum terpenuhi akan membuat seseorang gelisah dan terus menerus
menginginkan lebih.
Untuk menggambarkan betapa sifat nafsu ini coba dengarkan saya
sebentar.
Mungkin dulu ketika kecil anda pernah mengalami betapa
beratnya belajar puasa ramadhan? Pernah merasakan lapar dan haus sampai
merengek pada orang tua agar puasa setengah hari? Atau pasti anda pernah
mengumpulkan jajanan hingga banyak untuk dimakan ketika berbuka?
Masa masa kecil dulu memang selalu menjadi memori indah
untuk dikenang. Namun jika kita jeli mengambil hikmah, tak hanya kenangan tapi
bisa anda jadikan pelajaran untuk masa sekarang.
Bayangkan..
Ketika anda dulu sedang berusaha melawan rasa haus ditengah
panasnya siang hari bulan ramadhan. Anda membayangkan nikmatnya meminum sirup
manis yang diisi dengan es batu. Melihat embun pada gelasnya disertai dengan
menetesnya tetesan air yang meluncur dari bagian atasnya.
Kemudian membayangkan nikmatnya berbuka dengan berbagai jajanan
jajanan pasar yang telah banyak anda beli.
Mungkin awalnya anda akan membayangkan rasanya nikmat sekali.
Namun ketika adzan maghrib berkumandang kemudian anda minum dan makan jajanan yang telah anda kumpulkan. Kenikmatan
itu tidak senikmat yang dibayangkan karena hanya dengan satu dua tegukan atau suapan saja hilang sudah rasa lapar dan haus tadi.
Itulah contoh kecil tentang hawa nafsu kita. Hakikatnya kebutuhan
akan hilang ketika telah terpenuhi. karena kebutuhan kita saat itu hanyalah
lapar dan haus. Dan hawa nafsulah yang terus menerus menginginkan lebih yang
tak akan mampu kita penuhi. Semakin kita berusaha memenuhinya semakin besar
hawa nafsu itu muncul.
Maka tidak ada cara lain untuk menekan hawa nafsu selain
meningkatkan taat. Mungkin anda sering mendengar bahwa iman itu naik dan turun, naik karena ketaatan dan turun karena
kemaksiatan. 2 hal itu akan terus terjadi pada neraca keimanan seseorang. Ketika
ketaatan naik maka akan menekan kemaksiatan pun begitu sebaliknya.
Salah satu cara tercepat untuk meningkatkan ketaatan adalah
PUASA. Mengapa puasa?
ketika puasa hawa nafsu kita berada pada level stabil karena
salah satu sumbernya telah kita jaga yaitu syahwat perut.
Ketika puasa kita akan merasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Setiap
akan berbuat maksiat contohnya berbohong, mencuri, atau mengghibah kita akan
ingat Allah SWT sehingga tidak jadi melakukannya karena tidak ingin puasanya batal
atau paling tidak berkurang.
Bahkan ketika puasa, amal yang tak nampak pun akan dicari
cari, contohnya ketika di hari biasa kita hanya akan memberi shadaqah pada
pengemis yang nampak di depan mata saja namun ketika berpuasa kita akan mencari
pengemis yang bisa anda salurkan shadaqah.
Maka ketika kita berpuasa benar, istiqomah menjaga
kesempurnaannya dari awal hingga akhir. Kenikmatan yang sebenarnya akan mudah
kita raih. Kenikmatan akan membawa pada kebahagiaan. Sebagaimana rasul SAW
menyebutkan 2 kebahagiaan sekaligus yang akan diperoleh bagi yang berpuasa.
“Bagi orang yang melaksanakan
puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika
bertemu dengan Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi)
Kenikmatan itu
sebanding dengan perjuangan. Semakin berat perjuangan yang kita tempuh semakin
besar kenikmatan itu akan terasa. Pada hakikatnya
manusia selalu dalam keadaan puasa setiap waktu. Kapan berbukanya? Kelak di
akhirat.
Maka siapkan diri
untuk memperoleh bekal berbuka yang paling nikmat yaitu surga. Dan mustahil itu
akan kita dapatkan kecuali dengan selalu istiqomah dalam ketaatan setiap waktu.
Wallahu a’lam
bisshowwab.
keren!
BalasHapusPosting Komentar